Cerbung: Riak di Puncak Bukit |
Bagian 2
Sudah tiga hari berlalu sejak kejadian Rubiah merancau dan
tak sadarkan diri tiba-tiba. Ketika ia siuman dari pingsannya kala itu, satu
pun kejadian yang dialaminya tak ada yang diingat. Bahkan ketika ditanya semua
orang, ia kebingungan setengah mati karena yang diingatnya hanyalah tertidur
ketika pelajaran matematika berlangsung.
Tiga hari sudah berlalu, tapi tetap saja banyak dari
teman-temannya yang masih ingin tahu apa yang dialami Rubiah, sampai gadis itu
menjerit pasal api.
Serta dari kejadian itu, tak satu pun yang mengubah perilaku
atau tabiat Rubiah, ia masih seperti biasanya. Ketika pelajaran matematika, masih
saja bermalas-malasan mengikutinya, masih setia menelungkupkan kepala seraya
mendengarkan penjelasan guru.
“Jangan tertidur lagi! Nanti kau mengigau terus pingsan pula
kayak kemarin!” peringat Larung lirih tapi penuh penekanan.
“Hm …,” balas Rubiah malas.
Ia mulanya tak
percaya dengan kejadian di mana ia menjerit mengigau, mimisan, lalu pingsan.
Pasalnya ia belum pernah mengalami ketiga itu. Kalau mengingau tentulah ia
pernah, namun tak sampai menjerit ketakutan seperti apa yang guru dan
teman-temannya ceritakan. Ingin tak memercayai namun jika yang menyaksikan
kejadian itu banyak mau mengelak apa lagi ia.
Setengah jam berlalu sudah dan pelajaran matematika akhirnya
usai. Rubiah langsung beranjak, menghampiri bangkunya Jani yang berseberang dengan
bangkunya, sama-sama berada di antara pojok dan pojok ruangan.
“Masam nian mukamu,
Bi,” ujar Jani melihat temannya itu menghampirinya dengan tampang lesu.
“Pening kepalaku ikut pelajaran matematika terus,” keluhnya seraya
menuju ke bangku kosong di meja sebelah Jani yang ditinggal pemiliknya pergi ke
kantin, lalu membawanya ke hadapan Jani.
Arah pandang mata Jani terus mengikuti pergerakan Rubiah
yang menggotong bangku kosong. “Terakhir kali kau ikut pelajaran matematika,
merancau terus pingsan pula,” gelaknya. “Kini sehatlah aku tengok.”
Rubiah menduduki bangku kosong yang dibawanya itu. “Entahlah.
Tapi rasa dak sehat terus aku ikut
pelajaran matematika,”
“Yang kemarin itu, sampai kini dak ada yang kau ingat Bi?” sahut Yoan tiba-tiba ikut menimpali.
“Dak satupun. Yang
aku ingat tidur tu lah ….”
“Aneh nian,” ucap
Yoan.
“Tu lah …,” balas
Rubiah lesu. “Kau dak ada gosip ya
Jan? Pening nian kepalaku, butuh
asupan gosip.”
“Dak ada.
Gosipnya masih kau tu lah, mengigau jerit api, tiba-tiba pingsan terus hilang
ingatan.”
Rubiah mendengkus. “Dak
ada berita lain?” tanyanya. Ia sudah bosan mendengar berita yang menyangkut-pautkan
namanya dan menjadi perbincangan banyak orang beberapa hari ini.
“Idak. Adanya
berita aku nak wisata sama kakakku, jumat
sore minggu depan aku berangkat. Mau ikut?” tawar Jani bersemangat.
“Ke mana?” tanya Yoan penasaran.
“Ke SPI, ke puncak bukit Alas. Kata kawan kakakku bagus
pemandangan dari atas sana, ada resort-nya
pula. Plus pemandunya.”
“Berdua sajalah kalian ke sana?” Kini Rubiah yang mengajukan
pertanyaan.
Jani menggeleng. “Sama sepupu Larung juga, terus katanya dia
nanti nak ajak Larung sekalian. Ayolah
kalian ikut, biar duit mobil sama penginapan dak mahal nian.”
“Jauh nian Jan
tempatnya tu. Jauh dari sini, tepar pula diperjalanan,” tolak Yoan.
“Nanti kebayar sama pemandangan yang ada di sana kata
kakakku. Cantik nian tempatnya.”
“Berapa harian di sana Jan?” Rubiah tampak menimbang ajakan
Jani, sepertinya ia perlu pergi wisata untuk menghilangkan bayangan matematika
dari kepalanya.
“Jumat sore berangkat, sabtu-minggu kita main di sana,
seninnya pulang.”
“Seninnya dak sekolah?”
tanya Rubiah terkejut.
Jani menghela napas. “Kan senin depan libur tanggal merah,”
jawabnya malas.
“Oh iya,” cengir Rubiah.
“Ikut dak?” ajak Jani lagi.
“Kutanyalah mamakku dulu. Kalau boleh, aku ikut.”
“Kau Yoan?”
“Idak-lah aku
Jan.”
ooo
Bersambung ....
(Bagian 1)
Ikut dong
BalasHapusaku juga mau jalan"..
terus itu si Rubiah kenapa nah??
Kuy kak, jalan-jalan
HapusEmang rada aneh Rubiah kak👉🏻👈🏻