Beberapa dekade tahun terakhir marak didengungkan kata ‘hoaks’ yang merupakan serapan kata asing yaitu ‘hoax’. Sebenarnya kata ini bukan kata baru, menurut Wikipedia kata hoaks mulai digunakan sekitar pada tahun 1808. Kata tersebut dipercaya datang dari ‘hocus’ yang berarti untuk mengelabui.
Menurut Direktur Institute of Cultural di University
of Liverpool Simeon Yates, hoaks mudah menyebar karena gelembung dalam sosial
media. Pengguna sosial media cenderung berinteraksi dengan orang yang memiliki
ketertarikan yang sama dengan diri sendiri. Kecepatan dan sifat media sosial
yang mudah dibagikan, berperan dalam penyebaran berita. Media digital juga
membuat lebih sulit untuk membedakan kebenaran konten.
Hoaks merupakan masalah serius yang harus
dihindari karena hoaks dapat membuat perpecahan, kesenjangan, kerugiaan dalam
materiil ataupun rohaniah, kesehatan mental dan yang paling besar mengancam
keutuhan negara. Di saat seperti ini, dengan maraknya berita hoaks kita
dituntut untuk berpikir kritis dalam menanggapi suatu berita. Ciri-ciri berita
hoaks:
1.
Didistribusikan
via email atau media sosial karena efeknya lebih besar.
2.
Berisi
pesan yang membuat cemas, membuat panik para pembacanya.
3. Diakhiri
dengan imbauan agar si pembaca segera meneruskan peringatan tersebut ke forum
yang lebih luas. Hoaks memanfaatkan iktikad baik si pembaca, sehingga pembaca
tanpa meneliti langsung segera menyebarkan ke forum yang lebih luas.
4. Biasanya
pengirim awal hoaks ini tidak diketahui identitasnya.
Jenis-jenis Informasi Hoaks:
1.
Fake news (Berita bohong)
Berita ini bertujuan untuk
memalsukan atau memasukkan ketidakbenaran dalam suatu berita. Penulis berita
bohong biasanya menambahkan hal-hal yang tidak benar dan teori persekongkolan,
makin aneh makin baik. Berita bohong bukanlah komentar humor terhadap suatu
berita.
2.
Clickbait (Tautan jebakan)
Tautan yang diletakkan secar
strategis di dalam suatu situs dengan tujuan untuk menarik orang masuk ke situs
lainnya. Konten di dalam tautan ini sesuai fakta namun judulnya dibuat
berlebihan atau dipasang gambar yang menarik untuk memancing pembaca.
3.
Confirmation bias (Bias konfirmasi)
Kecenderungan untuk
menginterpretasikan kejadian yang baru terjadi sebaik bukti dari kepercayaan
yang sudah.
4.
Misinformation (Informasi salah)
Informasi yang salah dan tidak
akurat dibuat terutama dengan tujuan untuk menipu.
5.
Satire (Hal yang dibesar-besarkan)
Tulisan yang mengandung humor,
ironi, dan hal yang dibesar-besarkan untuk mengomentari kejadian yang sedang
hangat.
6.
Post-truth
(Pasca-kebenaran)
Kejadian di mana emosi lebih
berperan daripada fakta untuk membentuk opini publik.
7.
Propaganda
Aktivitas menyebar-luaskan
informasi, fakta, argumen, gossip, setengah-kebenaran atau bahkan kebohongan
umtuk mempengaruhi opini publik.
Menurut Kominfo, ada beberapa
cara untuk mengindentifikasi apakah suatu berita itu fakta atau hoaks:
- Hati-hati dengan judul provokatif
- Cermati alamat situs
- Periksa fakta
- Cek keaslian foto
- Ikut serta grup diskusi anti-hoaks